NOKEN DAN MAHKOTA KEPALA SEBAGAI KONTEKTUALISASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PAPUA

 


Oleh

Joko Waluyo 1, Nur Inayati 2


MHP.COM.

Perubahan kurikulum yang digagas oleh Pemerintah saat ini merupakan upaya yang dirancang pemerintah dalam menjawab tantangan dan kemajuan IPTEK terlebih dalam menghadapi   era   4.0. Kurikulum yang digagas adalah kurikulum merdeka yang memberikan keleluasaan bagi peserta didik untuk mengembangkan segala potensinya sesuai dengan minat dan kondisi masyarakat setempat. Hal ini menandakan bahwa lulusan yang diharapkan harus memiliki karakter kebangsaan dan nilai kearifan lokal yang tidak terpisahkan, sehingga memiliki kompetensi yang dibutuhkan pada dunia kerja. Pendidikan karakter merupakan penciptaan lingkungan sekolah yang membantu peserta didik dalam perkembangan etika, tanggung jawab melalui model, dan pengajaran karakter yang baik melalui nilai-nilai universal (Santika, 2022). Menurut Wagiran (2012) pendidikan yang mengaitkan kearifan lokal atau budaya lokal dapat meningkatkan karakter luhur peserta didik sesuai budaya Indonesia, yaitu budi pekerti, pengendalian diri, dan sopan santun. Nilai-nilai   budaya   sekolah/madrasah   sangat erat sekali kaitannya dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat yang berada di daerah setempat. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya, dan adat istiadat yang sangat beragam. Salah satu kearifan lokal yang menjadi kekhasan dan memiliki nilai luhur secara turun temurun dimiliki oleh masyarakat Papua. 

Seiring dengan Implementasi Kurikulum Merdeka di MTs Nurul Huda Kabupaten Keerom, madrasah mulai menanamkan sekaligus melestarikan kearifan lokal masyarakat Papua melalui pelaksanaan P5PPRA. Pelestarian kearifan lokal dengan membuat noken dan mahkota kepala khas Papua. Pelaksanaan P5PPRA ini bertujuan agar peserta didik MTs Nurul Huda Kabupaten Keerom memahami keragaman tradisi, budaya dan kearifan lokal yang beragam yang menjadi kekayaan budaya bangsa. Peserta didik membangun rasa ingin tahu dan eksplorasi budaya serta beperan untuk menjaga kelestariaannya. Peserta didik mempelajari bagaimana dan mengapa masyarakat lokal/daerah berkembang seperti yang ada, mempelajari konsep dan nilai dibalik kesenian dan tradisi lokal kemudian merefleksikan nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupannya. Kontektualisasi sistem masyarakat adat Papua yaitu noken dan mahkota kepala yang sampai dengan saat ini tetap menjadi tren ditengah melimpahnya produk-produk modernisasi.

Noken merupakan kerajinan tradisional masyarakat Papua berwujud serupa tas bertali yang cara membawanya dikalungkan dileher atau digantungkan pada kepala bagian dahi yang diarahkan ke punggung. Seperti tas pada umumnya, noken digunakan untuk membawa barang kebutuhan sehari-hari. Namun, noken tetaplah noken, bukan tas atau kantong, dan sebaliknya tas bukanlah noken. Jadi, noken merupakan kategori produk kerajinan yang khas. Dewasa ini noken menjadi ikon budaya dan identitas masyarakat Papua. Kerajinan ini tersebar dibeberapa daerah seperti di Jayapura, Paniai, Wamena, Merauke, Sorong, Biak, Manokwari, dan Nabire.

Noken memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi masyarakat Papua terutama di daerah Pegunungan dan beberapa suku yang lain di Papua. Semula noken dibuat oleh masyarakat Papua sebagai wadah atau tempat barang kebutuhan sehari-hari. Masyarakat Papua umumnya menggunakan noken untuk membawa hasil pertanian, seperti sayuran, umbi-umbian, dan membawa barang dagangan ke pasar. Namun, sejatinya noken memiliki arti dan fungsi yang lebih luas dan mendalam, seperti arti sosial, ekonomi dan budaya.

Noken terbuat dari serat pohon, kulit kayu, rumput rawa, rotan, dan daun pandan yang tumbuh liar di daerah pegunungan, pedalaman, pesisir dan pulau-pulau. Beberapa jenis pohon yang digunakan sebagai bahan baku noken antara lain manduan, nawa dan puma yang biasanya tumbuh di wilayah dataran dan pegunungan. Rotan tumbuh subur di hutan-hutan, sementara rumput dan pandan tumbuh di rawa-rawa. Dengan demikian, alam Papua menyediakan bahan dasar pembuatan noken secara melimpah. Seiring dengan berkembangnya teknologi pembuatan noken saat ini sudah banyak menggunakan benang rajut katun/nilon. Dengan penggunaan bahan modern ini noken semakin digemari oleh masyarakat umum karena teknik merajutnya lebih bervariasi dengan corak yang menarik, namun tetap tidak menghilangkan ciri khas unik tradisi masyarakat Papua.

Selain noken, kearifan lokal lain yang sampai sekarang masih terus dilestarikan secara turun temurun adalah mahkota kepala. Mahkota kepala merupakan salah satu bagian dari pakaian adat yang awalnya digunakan oleh masyarakat suku Asmat. Hiasan atau mahkota khas suku Asmat ini memang tidak memiliki nama khusus. Bentuk mahkota ini sebenarnya menyerupai sebuah anyaman pucuk daun sagu yang dapat diikatkan ke kepala. Beberapa bulu burung dipasang disekitar anyaman dan menjadi aksesoris yang memperindah mahkota. Bulu-bulu ini diambil dari burung-burung yang mempunyai arti penting bagi suku Asmat seperti Kasuari, Kakatua putih, dan Cenderawasih.

Mahkota kepala yang berbentuk hiasan ini adalah bagian dari pakaian adat suku Asmat yang diletakkan di atas kepala, tempat tertinggi dari tubuh manusia. Hal ini memberikan sebuah makna bahwa masyarakat Asmat meletakkan penghormatan tertinggi kepada alam yang telah memberikan mereka kehidupan. Konstruksi mahkota yang didapat dari benda-benda alami adalah sebuah simbol akan kekuatan alam yang menaungi kehidupan suku Asmat. Selain itu, bagi masyarakat Asmat khususnya kaum pria, mahkota ini merupakan sebuah penghormatan kepada roh nenek moyang dan leluhur mereka. Mereka yakin bahwa setiap apa yang menempel ditubuh mereka akan berpengaruh besar dalam kehidupan yang mereka jalani. Hiasan ini merupakan satu nilai yang terus membuat suku ini bertahan hingga saat ini. Mahkota ini memiliki arti penting bagi keberadaan dan jati diri suku Asmat.

P5PPRA ini diharapkan memberikan dampak positif yang dapat dirasakan oleh madrasah, guru, dan peserta didik. Dampak bagi madrasah diantaranya (1) menjadikan madrasah sebagai sebuah ekosistem yang terbuka untuk partisipasi dan keterlibatan masyarakat.  (2) Menjadikan madrasah sebagai organisasi pembelajaran yang berkontribusi kepada lingkungan dan komunitas di sekitarnya. Sedangkan tujuan untuk guru diantaranya (1) memberi ruang dan waktu untuk peserta didik mengembangkan kompetensi dan memperkuat karakter dan Profil Pelajar Pancasila. (2) Merencanakan proses pembelajaran projek dengan tujuan akhir yang jelas. (3) Mengembangkan kompetensi sebagai guru yang terbuka untuk berkolaborasi dengan guru dari mata pelajaran lain untuk memperkaya hasil pembelajaran. Sedangkan tujuan untuk peserta didik yaitu (1) Memperkenalkan budaya asli Papua kepada peserta didik MTs Nurul Huda Yapis Kabupaten Keerom Provinsi Papua. (2) Melestarikan budaya suku asli Papua melalui pembuatan noken dan mahkota kepala. (3) Mengembangkan dimensi Profil Pelajar Pancasila yaitu Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, dan Kreatif. 

Tema Kearifan lokal ini membangun rasa ingin tahu melalui eksplorasi tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat Papua, serta perkembangannya. Peserta didik mempelajari bagaimana dan mengapa masyarakat Papua berkembang seperti yang ada, bagaimana perkembangan tersebut dipengaruhi oleh situasi/konteks yang lebih besar (nasional dan internasional), serta memahami apa yang berubah dari waktu ke waktu apa yang tetap sama. Peserta didik juga mempelajari konsep dan nilai-nilai dibalik kesenian dan tradisi lokal, serta merefleksikan nilai-nilai apa yang dapat diambil dan diterapkan dalam kehidupan mereka. Selain itu, peserta didik belajar untuk mempromosikan salah satu hal yang menarik tentang budaya dan nilai-nilai luhur yang dipelajarinya.

Pembuatan noken dan mahkota kepala peserta didik MTs Nurul Huda Yapis Kabupaten Keerom Provinsi Papua dengan kegiatan penyampaian materi dari 4 (empat) mata pelajaran yang terintegrasi dengan projek, yaitu mata pelajaran Sejarah, Ilmu Pengetahuan Alam, Seni Budaya, dan Bahasa Indonesia. Proses pembuatan noken yang dibimbing oleh guru (pelatih ahli) dan didampingi oleh guru mata pelajaran yang terintegrasi dengan projek. Peserta didik diajarkan cara melilit dan menggabungkan hasil lilitan kulit Genemo, kulit Yonggoli, dan Huisa untuk dijadikan benang pembuat noken serta diajarkan cara merajut noken. Teknik pembuatan noken dari kulit pohon Genemo, pohon Yonggoli, dan pohon Huisa diambil seratnya. Langkah – langkah pembuatannya  (1) Mencari kayu terlebih dahulu. (2) Kulit kayu diambil dan dijemur hingga kering. (3) Pewarnaan merah berasal dari tanah yang dibakar dan digosok-gosokkan. Warna kuning dari kulit batang anggrek, dipotong dan dibelah. Warna hitam dari biji tumbuhan yang digosok ke serat kayu. (4) Kulit kayu dipilin satu per satu menjadi benang. (5) Benang-benang tersebut kemudian dirajut menjadi tas.

Selain merajut noken, peserta didik juga mulai membuat mahkota kepala dan dibimbing oleh guru. Teknik pembuatannya diawali dengan (1) Menyiapkan kulit kayu. (2) Membuat pola sesuai dengan bentuk yang akan dibuat. (3) Mengatur bulu burung kasuari sesuai dengan pola yang sudah dibentuk. (4) Menempel kulit kerang dengan menggunakan benang nilon sesuai pola. (5) Menempelkan hiasan lain sebagai penghias sesuai pola. Pembuatan mahkota kepala disesuaikan dengan kreativitas dan keinginan pembuatnya.

Hasil dari projek yang dibuat oleh peserta didik dari masing-masing tema di pamerkan dalam pagelaran ekspo yang gelar karya dilapangan madrasah yang dibuka untuk umum. Pelaksanaan ekspo gelar karya hasil projek mendapat antusias dari masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Pada saat ekspo gelar karya dihadiri oleh Bupati Kabupaten Keerom yang sekaligus memberikan apresiasi atas seluruh karya peserta didik MTs Nurul Huda Kabupaten Keerom. Berikut ini hasil projek noken dan mahkota kepala yang telah dibuat oleh setiap kelompok kelas VII.


Gambar: Bupati Kabupaten Keerom ikut meriahkan Expo Gelar Karya P5PPRA

Setelah mengumpulkan hasil projek, setiap kelompok membuat laporan. Pembuatan laporan berupa bahan presentasi dibimbing oleh TIM guru yang telah ditunjuk. Setelah melakukan konsultasi dan pengecekan oleh TIM, maka peserta didik mempresentasikan laporan projek yang telah dibuat.

Program P5PPRA dengan tema kearifan lokal dan sub tema pembuatan noken dan mahkota kepala di MTs Nurul Huda Kabupaten Keerom Provinsi Papua berjalan lancar dan sukses. Kesuksesan ini tidak lepas dari kerja sama orang tua, peserta didik, pelatih ahli, dan guru. Melalui projek ini, peserta didik telah memahami cara pembuatan noken dan mahkota kepala sebagai warisan budaya leluhur suku Papua serta mengembangkan kemampuan Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, dan Kreatif selama berlangsungnya projek. (Hp.)

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال